WHAT'S NEW?
Loading...

Forsi Tumbuhkan Semangat Inklusi Melalui Jalan Sehat

Antusiasme Peserta Jalan Sehat
Difabel salah satu bagian kelompok masyarakat yang rentan tersisihkan. Masih ditemui pandangan masyarakat jika difabel adalah penyandang cacat yang tidak dapat melakukan aktivitas layaknya nondifabel. Tema besar yang diambil dalam peringatan Milad Pusat Layanan Difabel (PLD) UIN Sunan Kalijaga ke-8 yakni upaya penumbuhan kesadaran inklusi kepada masyarakat, terutama terhadap keberadaan difabel. Forum Sahabat Inklusi (Forsi) UIN Sunan Kalijaga ingin mengawali dengan mengajak seluruh masyarakat ikut bergabung dalam kegiatan Jalan Sehat yang diadakan Minggu (03/5) sebagai rangkaian peringatan Milad PLD ke-8 di hari kedua. “Sosialisasi yang paling efektif itu bukan dengan kampanye, bukan dengan seminar atau workshop, tapi dengan interaksi langsung. Biar masyarakat lihat sendiri, bicara langsung sendiri, dan tahu apa yang bisa dilakukan bukan apa yang tidak bisa dilakukan,” ucap salah seorang difabel netra.
        Kepanitiaan jalan sehat terdiri dari relawan dan mahasiswa difabel UIN Sunan Kalijaga. Tidak ada batasan-batasan tertentu karena pada dasarnya setiap orang mempunyai kemampuan, seperti halnya difabel. Hingga menjelang hari H pendaftar jalan sehat melebihi batas kuota dengan calon peserta 300 lebih. Panitia menyediakan kupon gratis, snack, dan sticker bagi peserta yang datang. Rute jalan sehat dimulai dari halaman depan Poliklinik UIN Sunan Kalijaga-Jalan Bimokurdo-Jalan Bimasakti-Jalan Munggur-Jalan Mojo-Jalan Melati Wetan-Jalan Timoho, lalu finish ke tempat semula. Tiba di garis finish para peserta disambut panitia agar menyerahkan kupon. Sambil menunggu pengundian kupon peserta dihibur penampilan Yaketunis Music. Satu persatu difabel menyuguhkan performa mereka, seperti menyanyi dan memainkan alat musik.
Pengundian kupon dimulai. Kupon diundi oleh pengurus PLD, panitia, pengurus forsi, difabel dan relawan. Di sela-sela pembagian doorprize MC membuat sebuah permainan yang melibatkan peserta. Pengurus PLD, ketua panitia, dan pengurus Forsi diminta memberikan pertanyaan terkait tema kepada peserta yang berani maju, seperti tanggal lahir PLD, singkatan Forsi, dan makna dari difabel. Sebagian peserta kesulitan menjawab konteks dari difabel. Ketika pertanyaan dilempar ke peserta lain ternyata belum banyak yang tahu juga. Akhirnya ada satu di antara mereka yang berhasil menjawab. “Melalui kegiatan seperti ini diharapkan dapat mengakrabkan masyarakat dengan difabel. Agar orang-orang tidak memandang “aneh” keberadaan mereka. Secara tidak langsung acara ini juga turut menyosialisasikan konteks difabel yang belum banyak dipahami masyarakat, terlebih teman-teman mahasiswa,” jelas panitia. Kemudian panitia juga mengadakan lomba bahasa isyarat berbentuk komunikata. Sekitar 10 peserta antusias mengikuti permainan tersebut. “Ini juga bertujuan agar bahasa isyarat lebih dikenal oleh masyarakat luas dan tidak hanya difabel rungu saja,” tambahnya lagi.
Satu persatu doorprize dibagikan. Menjelang pembagian hadiah utama panitia meminta Kepala PLD UIN Sunan Kalijaga Arif Maftuhin mengambil kupon undian. Kupon-kupon yang telah diambil lalu dibacakan. Pemenang undian datang mengambil hadiah utama. Sebelum dilakukan simbolisasi penyerahan hadiah utama, pemenang menyampaikan sepatah dua patah ucapan selamat kepada PLD dan pesan-pesan lainnya. Lalu Yaketunis music memberikan penampilan terakhirnya setelah MC menutup acara. Alhamdulillah acara berjalan dengan sukses dan diakhiri dengan foto bersama. Semoga Milad PLD UIN Sunan Kalijaga tahun depan lebih meriah dan bermanfaat lagi (Iis).

Artikel juga dapat dibaca di http://pld.uin-suka.ac.id/2015/05/forsi-tumbuhkan-semangat-inklusi.html



Seminar “From Inclusion to Education for All” Milad PLD UIN Sunan Kalijaga ke-8



Suasana Seminar Pendidikan Inklusif
         
Yogyakarta, Sabtu (02/05) bertepatan dengan hari pendidikan nasional, bertepatan pula dengan hari lahirnya Pusat Layanan Difabel (PLD) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam rangka memeringati Milad PLD ke-8 Forum Sahabat Inklusi (Forsi) UIN Sunan Kalijaga mengadakan seminar pendidikan yang bertema “From Inclusion to Education for All,” bertempat di Teatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga. Pembicara seminar diantaranya Koordinator Pusat Sumber Pendidikan Inklusi (PSPI) Provinsi DIY Setia Adi Purwanta, M.Pd dan Manajer Program Pendidikan Inklusi PLD UIN Sunan Kalijaga Jamil Suprihatiningrum, M.Pd, S.i. Dalam paparannya narasumber Setia Adi menjelaskan mengenai sejarah, pengertian, hingga pentingnya pendidikan inklusif, sedangkan Jamil lebih banyak menjelaskan tentang kiprah PLD UIN Sunan Kalijaga dalam mewujudkan kampus inklusif.

          Kiprah PLD telah berjalan cukup lama, dari sebuah Pusat Studi dan Layanan Difabel (PSLD) menjadi Pusat Layanan Difabel yang diakui secara struktural oleh universitas. Berkat kegigihan para pengurus, relawan bersama mahasiswa difabel, UIN Sunan Kalijaga berhasil menyabet penghargaan Inclussive Education Award tahun 2013. PLD memfasilitasi UIN Sunan Kalijaga menjadi sebuah kampus inklusif yang menghargai serta mengakomodir kebutuhan mahasiswa berdasarkan potensi dan perbedaan yang mereka miliki, khususnya bagi mahasiswa difabel. Pernyataan itu disampaikan oleh narasumber Jamil Suprihatiningrum.

Setia Adi menjelaskan konsep Education for All lahir dilatarbelakangi oleh kesenjangan sosial ekonomi dunia, sehingga kaum miskin, anak jalanan, kaum minoritas, difabel, dan mereka yang terpinggirkan tidak mendapatkan akses hak pendidikan. Persoalan tersebut direspon dalam bentuk konferensi dunia tentang Pendidikan untuk Semua di Jongtien, Thailand tahun 1990, yang menghasilkan Deklarasi Dunia Tentang Pendidikan untuk Semua. Hasil evaluasi tahun kelima pasca deklarasi masih menunjukkan capaian tingkat aksesibilitas perolehan hak pendidikan bagi kelompok rentan/ marginal masih rendah. Kemudian para pemerhati pendidikan khusus mengadakan pertemuan di Salamanca (1994) dan hasilnya berupa pernyataan dorongan kepada negara peserta untuk melaksanakan sistem pendidikan inklusif.

Pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang menyertakan dan memberikan peran kepada semua peserta didik dalam satu iklim dan proses pembelajaran bersama tanpa membedakan latar belakang sosial, politik, ekonomi, etnik, agama/ kepercayaan, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik maupun mental, serta latar belakang kehidupan lainnya, sehingga lembaga pendidikan bagaikan sebuah miniatur masyarakat.

Pengertian pendidikan inklusif tidak boleh direduksi hanya sebagai model pendidikan yang membarengkan peserta didik difabel dengan peserta didik non difabel untuk belajar bersama-sama di sekolah reguler saja. Reduksi pemahaman berimplikasi pada pembatasan peserta didik difabel oleh sekolah inklusi, yakni hanya menerima anak difabel yang dapat mengikuti sistem pembelajaran yang berlaku bagi peserta didik nondifabel. Dalam pendidikan inklusif sistem pendidikan disesuaikan dengan kondisi, potensi dan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta didik yang harus menyesuaikan diri dengan sistem pendidikan. Kesalahan lainnya yaitu memberikan sebutan siswa difabel sebagai siswa inklusif. Padahal semua siswa adalah inklusif, karena mereka memiliki kondisi, kebutuhan dan potensi yang berbeda-beda.

Setia Adi berpendapat hambatan pokok pelaksaan pendidikan inklusif di Indonesia yakni munculnya ideologi kapitalisme liberal menjadikan pendidikan nasional sebagai  sistem penanaman investasi pembentukan manusia sebagai instrumen industrialisasi yang menguntungkan pemilik modal. Peserta didik hanya digenjot dengan pengetahuan dan teknologi sehingga mengabaikan aspek pembangunan karakter dan kepribadian mereka. Kuatnya proses komersialisasi pendidikan memengaruhi kebijakan pemerintah atas pelaksanaan pendidikan inklusif dari pusat hingga daerah, sehingga pelaksanaannya masih terkesan setengah hati dan kurang serius. Kuatnya hegemoni dan proses pasar bebas di bidang pendidikan membuat tebalnya keyakinan masyarakat bahwa pendidikan merupakan cara yang tepat agar anak dapat dipertaruhkan untuk dijadikan investasi ekonomi di masa depan, sehingga pendidikan harus bersifat kompetitif dan menolak pelaksanaan pendidikan inklusif yang bersifat kooperatif.

Pendidikan sebagai jalan strategis untuk mencapai tujuan hidup manusia sebagai individu, masyarakat, bangsa dan negara. Lembaga pendidikan ibarat sebuah taman dengan peserta didik sebagai bunga yang beraneka ragam, dan sistem pendidikan merupakan cara pemeliharaan agar tiap-tiap bunga dapat tumbuh dan berkembang dengan masing-masing keunikannya. “Pendidikan harus menjadi taman bagi siswa,” tutup Setia Adi (Iis).

Artikel juga dapat dibaca di http://pld.uin-suka.ac.id/2015/05/pld-uin-sunan-kalijaga-wujudkan-kampus.html