WHAT'S NEW?
Loading...

Kisah: Shay

Baseball dari pass-forward.blogspot.com
Pada sebuah jamuan makan malam dalam acara pengadaan dana untuk sekolah anak-anak cacat, ayah dari salah satu anak bersekolah di sana mengantarkan satu pidato yang tidak mungkin dilupakan oleh mereka yang menghadiri acara itu. Setelah mengucapkan salam pembukaan, ayah tersebut mengangkat satu topik.
“Ketika tidak mengalami gangguan akibat sebab-sebab eksternal, segala proses yang terjadi dalam alam ini berjalan sempurna dan alami. Namun, tidak demikian halnya dengan anakku, Shay. Dia tidak dapat mempelajari hal-hal sebgaimana layaknya anak-anak yang lain. Nah, bagaimanakah proses alami ini berlangsung dalam diri anakku?”
Para peserta terdiam menghadapi pernyataan itu. Ayah tersebut melanjutkan, “Saya percaya, untuk seorang anak seperti Shay, yang mengalami gangguan mental dan fisik sedari lahir, satu-satunya kesempatan untuk mengenali alam ini berasal dari bagaimana orang-orang sekitarnya memperlakukan dia.”
Kemudian ayah tersebut menceritakan kisah. “Pada suatu pagi, Shay dan aku sedang berjalan-jalan di sebuah taman ketika beberapa orang anak sedang bermain baseball. Tiba-tiba, Shay bertanya padaku, ‘Apakah Ayah pikir mereka akan membiarkanku ikut bermain?’ Aku tahu bahwa kebanyakan anak-anak itu tidak akan membiarkan orang-orang seperti Shay ikut dalam tim itu, hal itu akan memberinya perasaan semacam perasaan dibutuhkan dan kepercayaan untuk diterima oleh orang-orang lain, di luar kondisi fisiknya yang cacat.
“Aku mendekati salah satu anak laki-laki itu dan bertanya, apakah Shay dapat ikut dalam tim  mereka, dengan tidak berharap banyak. Anak itu melihat sekelilingnya dan berkata, ‘Kami telah kalah 6 putaran dan sekarang sudah babak kedelapan. Aku rasa dia bisa ikut dalam tim kami dan kami akan mencoba untuk memasukkannya bertanding pada babak kesembilan nanti.’
“Shay berjuang untuk mendekat ke dalam tim itu dan mengenakan seragam tim dengan senyum lebar. Sementara aku menahan air mata di mataku dan kehangatan dalam hatiku.”
“Anak-anak tim tersebut melihat kebahagiaan seorang ayah yang gembira karena anaknya diterima bermain dalam satu tim. Pada akhir putaran kedelapan, tim Shay mencetak beberapa skor, namun masih ketinggalan angka. Pada putaran kesembilan, Shay mengenakan sarungnya dan bermain di sayap kanan. Walaupun tidak ada bola yang mengarah padanya, dia sangat antusias hanya karena turut serta dalam permainan tersebut dan berada dalam lapangan itu. Seringai lebar terpampang di wajahnya ketika aku melambai padanya dari kerumunan. Pada akhir putaran kesembilan, tim Shay mencetak beberapa skor lagi. Dan dengan dua angka out, kemungkinan untuk mencetak kemenangan ada di depan mata Shay yang terjadwal untuk menjadi pemukul berikutnya.”
“Pada kondisi seperti ini, apakah mungkin mereka akan mengabaikan kesempatan untuk menang dengan membiarkan Shay menjadi kunci kemenangan mereka?”
“Yang mengejutkan, mereka memberikan kesempatan itu pada Shay. Semua yang hadir tahu bahwa satu pukulan adalah mustahil karena Shay bahkan tidak tahu bagaimana caranya memegang pemukul dengan benar, apalagi berhubungan dengan bola itu.”
“Yang terjadi, ketika Shay melangkah maju ke dalam arena, sang pitcher sadar bagaimana tim Shay telah mengesampingkan kemungkinan menang mereka untuk satu momen penting dalam hidup Shay, mengambil beberapa langkah maju ke depan dan melempar bola itu perlahan sehingga Shay paling tidak bisa mengadakan kontak dengan bola itu. Lemparan pertama meleset. Shay mengayun tongkatnya dengan ceroboh dan luput. Pitcher tersebut kembali mengambil beberapa langkah ke depan, dan melempar bola itu perlahan ke arah Shay. Ketika bola itu datang, Shay mengayun ke arah bola itu dan mengenai bola itu dengan satu pukulan kembali ke arah pitcher.
“Permainan seharusnya berakhir saat itu juga, pitcher tersebut bisa saja dengan mudah melempar bola ke baseman pertama, Shay akan keluar, dan permainan akan berakhir. Tetapi sebaliknya, pitcher melempar bola melewati baseman pertama, jauh dari jangkauan semua anggota tim. Penonton bersorak dan kedua tim mulai berteriak, ‘Shay, lari ke base satu! Lari ke base satu!’ Tidak pernah dalam hidup Shay sebelumnya ia berlari sejauh itu, tapi ia berhasil maju ke base pertama. Shay tertegun dan membelalakkan matanya.
“Semua orang berteriak, ‘Lari ke base dua, lari ke base dua!”
“Sambil menahan napasnya, Shay berlari dengan canggung ke base dua. Ia terlihat bersinar-sinar dan bersemangat dalam perjuangannya menuju base dua.
Pada saat Shay menuju base dua, seorang pemain sayap kanan memegang bola itu di tangannya. Pemain itu merupakan anak terkecil dalam timnya, dan saat itu dia mempunyai kesempatan menjadi pahlawan kemenangan tim untuk pertama kali dalam hidupnya. Dia dapat dengan mudah melempar bola itu ke penjaga base dua. Namun, pemain ini memahami maksud baik dari sang pitcher, sehingga dia pun dengan tujuan yang sama melempar bola itu tinggi ke atas jauh melewati jangkauan penjaga base ketiga.
“Shay berlari menuju base ketiga. Semua yang hadir berteriak, ‘Shay, Shay, Shay, teruskan perjuanganmu, Shay!”
“Shay mencapai base ketiga saat seorang pemain lawan berlari ke arahnya dan memberi tahu Shay arah selanjutnya yang mesti ditempuh. Pada saat Shay menyelesaikan base ketiga, para pemain dari kedua tim dan para penonton yang berdiri mulai berteriak, “Shay, larilah ke home, lari ke home!” Shay berlari ke home, menginjak balok yang ada, dan dielu-elukan bak seorang hero yang memenangkan grand slam. Dia telah memenangkan game untuk timnya.”
Hari itu, kenang ayah tersebut dengan air mata yang berlinangan di wajahnya, para pemain dari kedua tim telah menghadirkan sebuah cinta yang tulus dan nilai kemanusiaan ke dalam dunia.
Shay tidak dapat bertahan hingga musim panas berikut, dan meninggal di musim dingin itu. Sepanjang sisa hidupnya, dia tidak pernah melupakan momen di mana dia telah menjadi hero, bagaimana dia telah membuat ayahnya bahagia, dan bagaimana dia telah membuat ibunya menitikkan air mata bahagia akan sang pahlawan kecilnya.
Seorang bijak pernah berkata, “Sebuah masyarakat akan dinilai dari cara mereka memperlakukan seorang paling tidak beruntung di antara mereka.”(*)


*Sumber: Diambil dari buku “Monyet dan Kacang Kegemarannya”(Abdul Azid Muttaqin) dengan mengalami perubahan judul.

0 komentar:

Posting Komentar